Breaking News

LEBIH DEKAT DENGAN HISAB


Hisab dalam bahasa Arab berarti “perhitungan” atau “hitungan”. Tujuan hisab adalah memperkirakan kapan awal suatu bulan qamariah. Yang dihitung bermacam-macam. Hisab yang paling sederhana adalah memperkirakan panjang suatu bulan, apakah 29 atau 30 hari, dalam rangka menentukan awal bulan baru qamariah. Tujuan lainnya adalah menghitung kapan terjadinya ijtima’.
Ijtima’ atau konjungsi adalah suatu kondisi ketika bulan –dalam peredarannya mengelilingi bumi– berada di antara bumi dan matahari, dan posisinya paling dekat ke matahari. Kondisi ini terjadi satu kali setiap bulan qamariah. Jelaslah bahwa ijtima’ berlaku untuk setiap tempat di permukaan bumi, permukaan bulan, dan permukaan matahari.
Sebagian ahli hisab berpendapat, jika ijtima’ terjadi sebelum matahari terbenam (ijtima’ qablal ghurub), maka ia menandakan sudah masuk bulan baru. Ada pula hisab dengan cara menghitung kehadiran (wujud) hilal di atas ufuk ketika matahari terbenam (ghurub). Jika menurut perhitungan, hilal masih berada di atas ufuk ketika matahari terbenam, maka dipastikan sudah masuk bulan baru, berapa pun ketinggian hilal itu. Yang paling rumit adalah bukan saja menghitung posisi hilal, melainkan peluangnya untuk terlihat dengan memperhitungkan kondisi kecerlangan (brightness) hilal, jarak busur antara bulan dan matahari, posisi pengamat, kesalahan karena pembiasan di udara, dan sebagainya.
Seperti telah diutarakan, waktu ijtima’ untuk suatu bulan qamariah sama di seluruh dunia. Jika pada saat ijtima’ itu matahari terbenam, maka di tempat itu bulan juga tepat sedang terbenam. Istilahnya, pada saat matahari terbenam, bulan (hilal) berada di ketinggian nol. Kita sebut saja tempat itu “tempat ketinggian hilal nol”.
Karena bumi berputar pada sumbunya dari barat ke timur, maka tempat-tempat yang berada sebelah timur tempat ketinggian nol akan melihat matahari terbenam lebih dahulu daripada dengan tempat ketinggian hilal nol.
Jadi, pada saat ijtima’ terjadi, di tempat-tempat tersebut matahari sudah berada di bawah ufuk, demikian pula halnya bulan (hilal) yang berada segaris pada saat ijtima’. Ini berarti bahwa pada saat matahari terbenam, di tempat-tempat sebelah timur tempat ketinggian hilal nol, hilal tidak mungkin bisa dilihat atau dirukyat karena sudah terbenam di bawah ufuk.
Sebaliknya, di tempat-tempat sebelah barat tempat ketinggian hilal nol, matahari terbenam lebih lambat dari waktu ijtima’, sehingga ijtima’ terjadi sebelum matahari terbenam. Pada saat matahari terbenam, hilal belum terbenam karena dilihat dari tempat di permukaan bumi, bulan beredar lebih lambat daripada matahari. Dengan demikian, ketika matahari terbenam, hilal masih berada di atas ufuk sehingga ada peluang untuk dirukyat. Semakin jauh tenggang waktu antara ijtima’ dengan waktu matahari terbenam, semakin tinggi hilal terlihat di atas ufuk saat matahari terbenam, sehingga semakin besar peluang terlihat pada saat rukyat.
Tempat-tempat tersebut membentuk suatu tempat kedudukan berupa garis lengkung yang dinamakan “garis ketinggian hilal nol”. Dari uraian ini, jelas bahwa di bagian bumi yang berada di sebelah timur “garis ketinggian hilal nol”, hilal belum terlihat karena sudah berada di bawah ufuk, dan dengan demikian keesokan harinya belum masuk ke awal bulan baru, tetapi baru merupakan akhir bulan qamariah.
Sebaliknya, untuk tempat di sebelah barat “garis ketinggian hilal nol”, hilal sudah berada di atas ufuk sehingga dapat dilihat pada waktu rukyat.
Karena berbagai kendala alam maupun keterbatasan manusia yang melakukan pengamatan, tidak semua hilal yang di atas ufuk bisa diamati. Terdapat ketinggian minimum tertentu supaya bisa dilihat, di samping persyaratan lainnya. Jadi, garis penanggalan hijriah ini adalah garis ketika hilal berada di ketinggian minimum sehingga mempunyai peluang terlihat dan teramati.
Dari cara perhitungannya juga beragam. Ada yang hanya menambahkan atau mengurangi faktor koreksi dari tabel, ada pula yang menggunakan ilmu segitiga bola (spherical trigonometry).
Daftar rujukannya juga sangat beragam, mulai dari kitab yang diterbitkan ratusan tahun lalu sampai dengan ilmu astronomi mutakhir. Sebagian dari kitab lama itu masih menganut pandangan bahwa bumi dikelilingi matahari, dan bukan sebaliknya, sebagaimana dianut oleh ilmu astronomi mutakhir.
Di dalam perhitungannya, ada yang menggunakan tangan, slide-rule, kalkulator, dan komputer pribadi dengan perangkat lunak yang lengkap dan akurat. Jenis cara hisab yang kita kenal adalah hisab urfi, hisab haqiqi, dan hisab imkan rukyat.

No comments